Pengembang Kesulitan Dapatkan Sertifikat Laik Fungsi
Peraturan Pemerintah (PP) No. 64 Tahun 2016 tentang
pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tidak diterima
secara utuh oleh pengembang. Sebagai aturan teknis dari UU No. 1/2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), di dalam PP tersebut ada dua ketentuan
baru, yaitu penyederhanaan perizinan dan penerbitan sertifikat laik fungsi
(SLF) rumah sederhana dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di daerah.
Secara umum kalangan pengembang mengapresiasi keluarnya PP
ini khususnya tentang penyederhanaan perizinan. Bila sebelumnya ada 60
perizinan untuk pembangunan rumah MBR melalui PP ini dipangkas menjadi 22 izin.
Tapi soal SLF kalangan pengembang menilai sebagai hal kontra produktif.
Masih banyak penghuni hunian vertikal yang belum mendapatkan
Akta Jua Beli (AJB). Ini bisa terjadi karena pengembang belum mendapatkan
Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (DPMPTSP)
Tiga hal yang menghambat perolehan SLF adalah:
1. Adanya perbedaan pengukuran antara DPMPTSP dan sertifikat
BPN
2. Adanya hambatan pemenuhan kewajiban
3. Adanya peraturan yang masih berbenturan.
Banyaknya kendala yang ditemui dalam mendapatkan SLF tak
hanya merugikan pengembang, namun juga konsumen. Tanpa SLF, penghuni tidak bisa
membentuk Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS). Padahal, PPRS salah satunya
berfungsi untuk mengumpulkan biaya pemeliharaan gedung. Apabila sudah begini,
pengembanglah yang harus rela menanggung biaya tersebut untuk sementara.
More Info:
PT. Konsultan Legal Indonesia
081286881087
www.thelegalco.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar